Senin, 16 Mei 2011

KAPAN BICARA KAPAN MENDENGAR

Allah SWT menciptakan dua
telinga dan satu mulut.

Artinya,
kita harus lebih banyak
mendengar daripada banyak
bicara.

Mendengar harus dua
kali lebih banyak, agar ucapan kita jadi lebih bermakna.

Semoga Allah Yang Maha
Mendengar menggolongkan kita sebagai orang-orang yang merasa didengar oleh-Nya.

Saudaraku, merasa didengar
oleh Allah adalah keutamaan
yang akan menghalangi kita
dari maksiat lisan.

Kata-kata kita sering menjadi dosa karena
kita tidak merasa didengar oleh Allah.

As-Sami' adalah salah satu asma Allah yang berarti mendengar.

As-Sami' terambil dari kata
sami'a yang artinya mendengar.

Menangkap suara atau bunyi-bunyi dapat diartikan pula mengindahkan atau
mengabulkan.

Jadi, Allah Maha
Mendengar segala suara
walaupun semut hitam yang
merangkak di batu hitam di
tengah belantara yang kelam.

Logikanya jelas, bagaimana Allah tidak mendengar sedangkan Ia adalah pencipta semut, yang
dengan izin-Nya ia merangkak di kegelapan malam.

Allah pasti mendengar apapun yang disuarakan oleh makhluk- makhluk-Nya, dalam bisikan
yang paling halus sekalipun, dan dalam hiruk pikuk kegaduhan.

Allah pun Maha Mendengar
orang yang hatinya selalu
berzikir, walau di tempat
tersembunyi atau di pangkalan
pesawat terbang yang sangat bising.

Hikmah apa yang bisa
kita dapatkan dari sifat As-
Sami' ini?

Hikmahnya, kita harus
berhati-hati dalam menjaga
lisan. Jangan bicara kecuali
benar dan bermanfaat, karena setiap patah kata akan didengar oleh Allah dan harus kita pertanggung jawabkan di
akhirat kelak. Karena itu, kita harus selalu berpikir dan menimbang sebelum bicara.

Bertanyalah selalu, pantaskah saya bicara seperti ini?

Benarkah perkataan ini kalau saya ucapkan?

Karena ada perkataan yang benar tapi tidak tepat situasi dan kondisinya.

Islam mengistilahkan
kebenaran dalam perkataan
sebagai qaulan sadiida.

Apa syaratnya?
Pertama harus benar.

Benar disini mengandung arti bahwa
perkataan yang kita ucapkan
harus sesuai dengan realitas
yang terjadi, tidak menambah-nambah ataupun
mengurangkan.

Abu Mas'ud ra berkata: bahwa Rasulullah SAW
pernah bersabda,

"Biasakanlah
berkata benar, karena benar itu menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu menuntun ke surga. Hendaklah seseorang itu
selalu berkata benar dan
berusaha supaya tetap benar, sehingga dicatat di sisi Allah sebagai orang as-siddiq (amat benar) (HR. Bukhari Muslim)

Kedua, setiap kata itu ada
tempat yang tepat dan setiap tempat itu ada kata yang tepat. Di sini tepat, tapi di tempat lain belum tentu tepat.

Dengan orang tua tepat, tapi
dengan anak belum tentu
tepat. Dengan guru tepat, tapi dengan murid belum tentu tepat.

Jadi dalam berbicara itu
tidak cukup benar saja, tapi
harus pandai pula membaca
situasi dan objek yang kita ajak bicara.

Ketiga, kita harus bisa
mengukur apakah kata-kata
kita itu melukai atau tidak,
karena sensitifitas tiap orang itu berbeda-beda. Dan terakhir,
pastikan perkataan itu
bermanfaat.

Dari Abu Hurairah
ra. bahwa Rasulullah SAW
bersabda,

"Barang siapa
beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam; barang siapa
beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia
menghormati tetangganya;
barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya" (HR. Bukhari Muslim).



Hikmah kedua
adalah kita harus belajar
mendengarkan.
Mendengar belum tentu mendengarkan.

Mendengar hanya sekadar
menyerap suara lewat telinga.

Sedang mendengarkan tidak
sekadar menyerap suara, tapi juga menyimak dan mengolah apa-apa yang kita dengar.

Karena itu, dengan
mendengarkan kita akan faham,
dan dengan faham kita bisa
berubah.

Ada orang yang mendengar tapi konsentrasinya pecah, itu pun tidak bisa dikatakan
mendengarkan.

Mendengarkan
erat kaitannya dengan
keterampilan untuk fokus.

Cahaya matahari yang
difokuskan dengan suryakanta bisa membakar kertas dan bahan lainnya.

Kalau kita konsentrasi, maka informasi dan
ilmu akan fokus, hingga
semangat kita akan menyala.

Kalau semangat sudah menyala, tidak akan ada yang bisa menghalangi untuk sukses.

Karenanya, dalam mendengar
informasi harus fokus dan
tuntas, jangan setengah-
setengah. Dari itu, kita harus
belajar belajar mendengarkan,
menyimak, dan memfokuskan diri untuk memahami.

Dengan pemahaman yang benar insya Allah kita bisa bertindak benar
dan proporsional. Dari asma
Allah ini, kita bisa menyimpulkan
bahwa kita harus lebih banyak mendengar daripada banyak
bicara.

Mendengar harus dua kali lebih banyak, supaya sekali berkata maknanya bisa lebih besar.

Karena itulah Allah SWT
menciptakan dua telinga dan
satu mulut. Hisap informasi
sebanyak mungkin, lalu olah,
dan keluarkan dengan kata-
kata yang sarat makna. Banyak
bicara akan banyak
mengeluarkan kata-kata,
hingga peluang tergelincir akan semakin besar.

Bila ini terjadi
maka peluang untuk celaka jadi semakin besar. Benarlah apa
yang disabdakan Rasulullah SAW,

"Barang siapa banyak bicara, niscaya banyak kesalahannya;
barang siapa banyak
kesalahannya, niscaya akan
banyak dosanya; dan barang
siapa banyak dosanya, maka
neraka menjadi lebih utama
baginya" (HR. Abu Nu'aim)

Semoga Allah menuntun kita
menjadi orang bijak, yang
banyak mendengar sedikit
bicara. Wallahu a'lam bish-
shawab.

Sumber : Republika.co.id
Pemateri
K.H. Abdullah Gymnastiar

Comments :

0 komentar to “KAPAN BICARA KAPAN MENDENGAR”

Posting Komentar